Home » Beranda Nusantara » Peringati Hari Kemerdekaan, Mahasiswa Papua Demo di Dekat Istana Negara
pasang-iklan-atas

Peringati Hari Kemerdekaan, Mahasiswa Papua Demo di Dekat Istana Negara

Pembaca : 2
IMG-20201201-WA0060

ALAIMBELONG.ID – Jakarta. Puluhan aktivis dan mahasiswa Papua yang terdiri dari tiga kelompok organisasi massa yakni Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) menggelar aksi peringatan hari pembentukan (kemerdekaan-red) bangsa Papua 1 Desember yang ke 59 tahun di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2020).

Aksi ini diawali dengan melakukan longmarch dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan menuju ke depan Istana Negara, namun oleh aparat keamanan aksi mereka hanya diizinkan sampai di simpang Patung Kuda.

Dalam surat tertulis yang sampaikan oleh Ambrosius Mulait, Ketua AMPTPI kepada media Alaimbelong.id mereka menyatakan 13 poin sikap politiknya kepada pemerintah Republik Indonesia, Belanda dan PBB untuk segera:

(1). Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokrasi bangsa Papua Barat, (2). Tolak Otonomi Khusus jilid II, (3). Buka akses jurnal seluas-luasnya di Papua Barat, (4). Tarik militer organik dan non-organik dari Papua Barat
(5). Hentikan segala bentuk nasional dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua Barat di Indonesia
(6). Bebaskan Tapol West Papua tanpa syarat (7). Tolak Daerah Otonomi Baru di Papua Barat (8). Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh dan tolak pengembangan Blok Wabu (9). Usut tuntas pelaku penembakan pendeta Jeremiah Zanambani (10). Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal pelanggar HAM (11). Hentikan rasialisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri, (12). Hentikan Operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan seluruh wilayah Papua Barat, dan (13). Cabut Omnibus Law!

Menurut mereka, Bangsa West Papua telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 1 Desember 1961. Akan tetapi, pemerintah Republik Indonesia tak mau mengakuinya dan menganggapnya tak lebih dari boneka bentukan Belanda lantas melakukan aneksasi wilayah West Papua melalui program Trikora dan operasi militer di era Presiden Soekarno.

Mereka menilai Perjanjian New York (New York Agreement) terkait sengketa wilayah West New Guinea pada tanggal 15 Agustus 1962 yang mengamanatkan Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) sesuai praktek Internasional yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 tidak legitimate dan demokratis karena hanya melibatkan 0,2% dari populasi di West Papua dalam pengambilan suara yang serba terkondisikan dan prosesnya tidak memenuhi standar penentuan nasib sendiri seperti yang diamanatkan oleh Resolusi PBB 1514 dan 1541 (XV). Sehingga, penentuan nasib sendiri lewat Pepera itu tidak sah.

Karena itu mereka menyatakan bahwa Papua Barat pernyataan sah dari Indonesia. Oleh sebab itu di hari deklarasi kemerdekaan Bangsa Papua Barat ini, mereka menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua Barat serta mengajak rakyat Indonesia untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.

Tindakan yang mendapat pengawalan cukup ketat dari aparat keamanan itu berlangsung damai dengan protokol kesehatan yang ketat pula sampai akhirnya bubar dengan tertib. (RB)

Berita Terkait