ALAIMBELONG.ID – Salakan. Tindakan represif aparat keamanan terhadap massa aksi Gerakan Rakyat Menggungat (Geram) yang melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kepolisian Resor (Polres) Banggai Kepulauan, Selasa (13/7/2021) siang kemarin, dikecam banyak pihak.
Pasalnya, puluhan massa aksi gabungan dari Kerukunan Mahasiswa Indonesia Montolutusan Banggai (KaMIMo Banggai) dan Garda Pemuda Untuk Rakyat (Gempur) yang berkoalisi menamakan diri Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) itu, setibanya di depan Kantor Polres BanggaiKep langsung mendapatkan tindakan represif dari aparat keamaanan, dengan alasan bahwa, massa aksi Geram tidak mentatati tenggang waktu tiga hari penyampaian surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian sebelum kegiatan aksi dilaksanakan.
“Kami heran dengan sikap aparat, yang begitu sangat agresif kepada massa aksi, padahal kami datang baik-baik, tidak melakukan tindakan anarkis, masa mereka langsung menyambut kami dengan cara seperti itu. Kalo alasan penyampaian surat yang tidak sesuai aturan, kenapa nanti sekarang disoal dan ditindak, sementara sebelumnya, banyak kelompok massa aksi yang menyampaikan surat pemberitahuan tidak tiga hari sebelumnya tidak dibubarkan,”ucap Korlap aksi Suyitno Basila kepada Alaimbelong.id
“Atau jangan-jangan karena objek kritiknya berbeda, Geram mengkritik kinerja Polres, sementara yang lain tidak, hanya mengkritik kebijakan Pemda, jadi boleh, biar tidak tiga hari sebelumnya dalam menyampaikan surat,”tambahnya.
Menurut Suyitno, kalau memang aparat penegak hukum tidak mau dikritik, maka harusnya mereka membuktikan kepada publik BanggaiKep bahwa mereka masih layak diandalkan dalam penegakan supremasi hukum terkait banyaknya dugaan kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Daerah BanggaiKep.
“Kalo memang tidak mau dikritik, ya perbaiki kinerja, buktikan kepada masyarakat Bangkep, bahwa kasus BOK, UTD, MTQ dll itu benar-benar ada pihak yang bertanggungjawab, biar publik percaya jangan hanya janji, dari sekian lama dan sekian banyak kasus itu, faktanya sampai sekarang belom ada satupun oknum yang ditetapkan tersangka, ini yang kita sesalkan,”imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina KaMIMo Banggai, Sartun T. Landengo, SH juga menyesalkan tindakan represif aparat kepolisian Polres BanggaiKep kepada massa aksi Geram. Menurutnya, bila refresifitas aparat itu dilakukan dengan dalih penegagakan aturan sebagaimana ketentuan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, bahwa pemberitahuan ke pihak kepolisian harus tiga hari sebelum aksi dilaksanakan, maka harus diapresiasi karena ini pertanda baik untuk banggai kepulauan.
“Kalo refresifitas itu dilakukan dengan alasan penegakan aturan UU No. 9 tahun 1998 bahwa surat pemberitahuan ke pihak kepolisian harus dilakukan 3 hari sebelum aksi dilaksanakan, kalo kemudian seserius itu ditegakkan, tentu kita berterima kasih. Karena disitu kita melihat bahwa benar-benar telah ada tanda-tanda kehidupan di Banggai Kepulauan. Karena Kepolisian Resor Bangkep itu, benar-benar hal sekecil apapun itu yang namanya aturan mereka tegakkan,”ucapnya.
Meski demikian, kata dia dalam kebenaran koherensinya, setiap penegakan hukum harus selaras dengan penegakan hukum-hukum lainnya.
“Menjadi sebuah pertanyaan besar, UU No. 9 Tahun 1998 Polres Bangkep lakukan penegakan yang sangat luar biasa, sampai-sampai melakukan tindakan represif kepada masa aksi yang menyampaikan aspirasi. Pertanyaannya kemudian bagaimana dengan penegakan UU atau hukum yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang ada di Banggai Kepulauan sebagaimana disuarakan oleh para massa aksi. Kenapa tidak ditegakkan semacam dengan penegakan UU menyampaikan pendapat itu,”tanyanya.
Lebih lanjut, Advokat muda itu mengatakan dalam konteks kebenaran koherensi, penegakan hukum haruslah konsisten, bila tidak maka disitu pasti ada ketidakbenaran.
“Dalam konteks kebenaran koherensi, kalo ada keadaan yang berbeda dalam upaya penegakan hukum, berarti torang bisa mengambil kesimpulan bahwa disitu ada ketidakbenaran, dan ketidakbenaran itu dekat dengan kebohongan, yang kalo dalam politik itu disebut adanya indikasi konspirasi,”pungkasnya.
Selain Sartun, sorotan atas tindakan represif aparat itu juga datang dari Kepala Desa Bolubung, Jefri Matabal. Dalam unggahannya di akun facebooknya, dirinya mempertanyakan tindakan aparat kepolisian tersebut. Menurutnya yang pantas diseret adalah para koruptor bukan para aktivis yang menyuarakan kebenaran.
“Pak Polisi yang terhormat sebagai pelindung dan pengayom masyarakat!!!! Melihat Gambar ini. Kenapa sampai seperti ini.? Jangan mengundang kebencian kami, masyarakat Bangkep sangat percaya kepada kalian untuk menuntaskan masalah yang terjadi di daerah ini. Yang pantas diseret adalah mereka yang merampok uang daerah yang membuat Bangkep sakit seperti ini. Bukan mereka yang terus menyuarakan kebenaran yang kalian seret-seret di jalan,”ucapnya miris.
Sebelumnya, pada Selasa (13/7/2021) kemarin puluhan aktivis mahasiswa dan pemuda dari organisasi KaMIMo Banggai dan Gempur yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Polres Banggai Kepulauan untuk menyatakan mosi tidak percaya terhadap kinerja penyidik Polres dalam penangangan sejumlah kasus tindak pidana korupsi dilingkungan Pemda BanggaiKep yang sudah cukup lama ditangani pihak Polres, seperti kasus BOK, Alkes UTD, MTQ, Perusda dan yang terbaru kasus pencurian aset rumah jabatan mantan Kaban Keuangan, namun sampai saat tak kunjung jelas ujungnya. Para demonstran mendesak agar Kapolda Sulteng atau yang lebih tinggi diatasnya mencopot Reja A. Simanjuntak dari jabatannya sebagai Kapolres BanggaiKep dan Iptu Bobby Ismail sebagai Kasatreskrim Polres BanggaiKep. *(RB)