ALAIMBELONG.ID – Salakan. Pernyataan Sekretaris Daerah (Sekda) Rusli Moidady yang juga merupakan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) terkait keterlambatan penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2021 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangkep yang kemudian menyebabkan pupusnya harapan Pemerintah Daerah untuk memperoleh Dana Insentif Daerah (DID) tahun 2021 senilai Rp.30 miliar dari Pemerintah Pusat mendapat tanggapan kritis dari Wakil Ketua I DPRD Bangkep, Muh. Rishal Arwie.
Kepada reporter Alaimbelong.id saat ditemui, Senin (18/1/2021) Rishal menilai pernyataan Sekda tersebut menunjukan kurangnya informasi dan dangkalnya pemahaman atas regulasi dan prinsip penganggaran.
“Sebaiknya eksekutif jangan membuat opini yang sesat begitu, sangat miris Pak Sekda menyampaikan itu, karena kekurangan informasi. Jadi yang harus difahami pak Sekda, bahwa Dana Intensif Daerah itu sesungguhnya diperuntukkan kepada daerah-daerah yang memenuhi sekitar 13 variabel atau indikator yang harus dipenuhi untuk mendapatkan DID itu. Jadi ketika pak Sekda menyampaikan penyebabnya soal keterlambatan pembahasan RAPBD, sehingga DID Rp. 30 miliar itu kita tidak dapatkan, saya kira Pak Sekda keliru,”ucapnya.
Menurutnya, beberapa indikator yang menjadi syarat Pemerintah Daerah menerima DID diantaranya yang pertama, adanya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hasil laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan yang kedua adalah Ketepatan Waktu membahas, yang ukurunnya bukan dihitung dari disahkannya, tapi dari seluruh ketepatan waktu penyerahan dokumen sejak awal.
“Dari awal itu begini, KUA PPAS kalau lampiran Permendagri Nomor 64 tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2021, Permendagri Nomor 4 tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan RAPBD 2021, itu lampirannya mengatur tentang waktu, jelas disitu,”imbuhnya.
Seharusnya kata Risal, bila merujuk pada regulasi tersenut yang mengatur tentang ketepatan waktu penyerahan dokumen, yang pertama KUA PPAS semestinya sudah harus masuk ke DPRD bulan Juli 2020, sementara Pemda (eksekutif-red) baru memasukan dokumen KUA PPAS ke DPRD Bangkep pada bulan September, yang kedua seharusnya dokumen RAPBD tahun 2021 itu sudah harus masuk pada bulan September minggu kedua, tapi di Bangkep Pemda baru memasukan dokumen RAPBD ke DPRD pada tanggal 22 Desember 2020.
“Sudah begitu terlambat, RAPBD tidak pula dilengkapi dengan dokumen pendukungnya sebagaimana yang syaratkan Permendagri, yaitu KUA PPAS, RKPJ, Laporan Realisasi Anggaran, RKOPD dan Nota Keuangan, semua dokumen pendukung itu tidak ada, dan yang datang di DPRD tanggal 22 Desember 2020 hanya satu dokumen yaitu RAPBD tanpa disertai dokumen pendukung,”jelasnya.
Dari fakta itu, menurut Rishal, Pemda yang dalam hal ini TAPD Bangkep telah menginjak-injak prinsip pengganggaran yang termaktub dalam Permendagri Nomor 64 tahun 2020, dan sajian laporannya pun tidak sesuai kualifikasi, klasifikasi dan nomenklatur, sehingga apa yang mau bahas kalau demikian.
“Jadi pak Sekda Rusli Moidady harus melengkapi kualitas berpikirnya lagi untuk bisa memahami secara holistik tentang pengganggaran Daerah ini sebagai Ketua TAPD Bangkep,”tutupnya.
Sebelumnya, Sekda Rusli Moidady, melalui salah satu media online menyatakan keprihatinannya atas keterlambatan penetapan RAPBD tahun 2021 oleh pihak DPRD yang kemudian disebutnya sebagai penyebab utama sehingga Pemda Bangkep tidak mendapatkan DID senilai Rp.30 miliar dari pemerintah pusat. Padahal pihak eksekutif telah memasukkan Dokumen RAPBD tahun 2021 untuk dibahas di tingkat Badan Anggaran DPRD pada akhir Desember 2020, namun sampai pada 31 Desember 2020 pembahasan belum selesai dilakukan. *(NAS)