Oleh : Fatharany Berkah Abdul Barry
“Dunia dibangun di atas kekuatan angka. Seluruh alam semesta, terdiri dari pola matematika. Dan semua hal dapat diekspresikan dalam angka, sesuai dengan getaran universal” (Pythagoras)
Kutipan quote dari Phytagoras (571-570 SM), Filsuf Yunani Kuno Penemu Konsep Bilangan Matematika itu sengaja penulis ambil sebagai kalimat pembuka catatan receh ini untuk menggambarkan bagaimana numerologi sebagai bahasa semesta. Dimana angka adalah bahasa untuk menggambarkan suatu maksud, dan bahasa angka bersifat konstan karena sudah melalui proses panjang sejak sejarah peradaban manusia bermula.
11 November, bila ditulis dalam angka, akan nampak seperti angka waktu 11:11, dalam study numerologi angka 11 diyakini sebagai angka master dengan resonansi pada frekuensi yang sangat tinggi. Meskipun demikian numerasi angka dalam setiap keyakinan kebudayaan bangsa-bangsa berbeda-beda.
Di Tiongkok misalnya, pemilihan tanggal 11 November sebagai World Single Day atau Hari Jomblo Sedunia yang diinisiasi sejak tahun 1993 oleh para Jomblowers (lajang-red) sebagai gerakan Anti Hari Valentine. Memilih tanggal 11 November atau 11-11 dengan alasan karena menyerupai empat batang kayu yang dalam bahasa pergaulan China berarti lajang (www.detik.com)
Tulisan ini, dimaksudkan untuk mengulas kronologis, mengapa tanggal 11 November (1111) begitu momentual dan sangat simbolik di perhimpunan KaMIMo Banggai. Bahkan disosialisasikan secara idelogis sebagai momentum kebangkitan anak negeri yang diperingati setiap tahun, berikut ulasannya.
Latar Peristiwa: History
11 November 2018; Sebuah
tangkapan layar percakapan messenger antara seorang “Pulo” dengan dua orang remaja SMA berinisial SPL dan NEM, sontak viral dan mengundang reaksi protes dari berbagai kalangan masyarakat Banggai yang berdomisili ditiga wilayah, Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan dan Banggai Laut, bahkan yang bermukim di luar daerah. Mereka marah dan bereaksi secara massif dengan membanjiri kolom komentar dan linimasa sosial media facebook dengan kecaman, karena tersulut oleh olok-olok (penghinaan) berbau rasis yang dilontarkan SPL dan NEM, yang dinilai melecehkan salah satu identitas budaya mian Banggai.
Secara kelembagaan KaMIMo Banggai memilih mengekspresikan reaksinya dengan membuat Laporan Polisi. Laporan tersebut berhujung mediasi dan permohonan maaf yang mempertemukan Terlapor (SPL dan NEM) bersama keluarganya serta Pelapor (KaMIMo Banggai-red) bersama para Tokoh Masyarakat Banggai di Luwuk.
Kasus rasial, kekerasan verbatif (penghinaan) dalam rumpun Banggai, antara Loinang-Lo’on kepada Lobo memang kerapkali terjadi, insiden kecil sudah sering terjadi antar individu yang menghina dan yang dihina. Tetapi resonasi reaksi dari kasus 11 November 2018 dianggap jauh lebih terasa mengkhawatirkan dalam kacamata aparat keamanan (Polisi) karena menggunakan saluran agitasi sosial media yang lintas dimensi serta efektif sebagai ruang provokasi. Sehingga berpotensi memicu konflik sosial bila tak lekas di lokalisir.
Hikmahnya, viralnya olok-olok serta resonansi kritis yang ditimbulkannya, memang tidak serta-merta menghilangkan tradisi buruk perilaku rasisme yang terlanjur menjadi karakter etniknya, tetapi setidaknya; (1). dapat meminimalisir frekuensinya sebab di era digital dewasa ini, setiap individu maupun kelompok harus berhati-hati berpendapat di ruang publik yang dapat bersinggungan dengan sensifitas SARA. (2). Pelecehan terhadap identitas budaya komunitas lain, tak bisa dilegitimasi dan diwariskan secara turun temurun “perilaku kampungan” itu oleh individu atau kelompok. Tak bisa “dianggap maklum,” sebab bila dulu skala ketersinggungan itu sekedar bersifat individul saja, tapi sekarang ketersinggungannya berskala komunal, karena sikap rasisme dapat terkonfirmasi dengan cepat ke objeknya melalui media sosial. Artinya, bila tempo doelo bully rasial semacam itu hanya menyinggung individu yang berinteraksi langsung, sekarang dapat menyinggung warga dua kabupaten, puluhan kecamatan, ratusan desa bahkan ribuan individu.
Rujukan Inspiratif: Komitmen Kebangkitan
Resonansi peristiwa 11 November 2018, ketersinggungan kolektif dan massif menjadi pertanda bahwa “orang pulo” masih punya harapan untuk solid, masih punya sensifitas sejarah dan budaya, masih punya semangat untuk kebangkitan dan punya kesadaran untuk melawan zaman. Konklusi inilah yang mengantarkan mengapa tanggal 11 November 2018 menjadi titik balik, momentum-semangat kebangkitan bagi generasi Banggai sejati setelah sekian lama diam dan pasrah.
Pikiran itu, kemudian deklarasikan oleh Piot-Piot KaMIMo Banggai, lalu diprasastikan secara simbolik pada AD/ART melalui forum SEBA ke-XII tahun 2019, pada bendera organisasi dengan penambahan 4 garis hitam (1111) memanjang di sisi depan bendera KaMIMo Banggai. Sejak itu angka 1111 menjadi keramat dan urgen dalam paradigma KaMIMo Banggai karena sebagai Hari Kebangkitan “bete” yang diperingati secara periodik.
Thesis numerolog modern, L.Dow Ballett, dalam “The Philosophy of Numbers: Their Tone and Colors (1917)” menyebutkan bahwa angka 1 selalu dihubungkan dengan awal baru (semangat baru, siklus baru, proyek baru dll), serta keberuntungan, mengingat angka 1 selalu membawa kesan positif, entah itu jadi juara 1 (pertama dan utama).
Sementara angka 11:11 pun kerap dikaitkan dengan keberuntungan karena memiliki 4 angka 1. Dalam numerologi Banggai, angka 4 (1+1+1+1) atau Sangkap, merupakan angka keramat, angka budaya/simbol adat. Misalnya, Pilogot Sangkap (Sulape, Tompudau, Samatidung, Samalangan); Basalo Sangkap (Babolau, Singgolok, Katapean, Kokini); Komisi Sangkap (Jogugu, Mayor Ngofa, Kapitan Laut, Hukum Tua); Totuukon Sangkap (Moloyos, Monikil, Moliyos, Monondok).
Dari sinilah kemudian, tanggal 11 November, menjadi basis rujukan inspiratif. Pemilihan waktu pendirian dua intitusi formal sebagai manifestasi kelanjutan komitmen kebangkitan, yaitu media Alaimbelong.id dan ormas IKAMIMO BANGGAI.
a. Hari Jadi, Media Online Alaimbelong.id
11 November 2020; Entah kebetulan atau keberuntungan, ketika awal penulis mengurus segala keperluan pendirian media online Alaimbelong.id sebagai saluran informasi progresif pada akhir Oktober 2020 silam.
Setibanya pada tahapan pembuatan domain website, pihak Web developer penyedia jasa, merampungkan website: www.alaimbelong.id tepat pada 11 November 2020. Lalu beroperasi melaunching berita perdana pada tanggal 21 November 2020. Karena itu, hari jadi media alaimbelong.id ditetapkan pada tanggal 11 November 2020.
b. Tanggal Deklarasi Pendirian IKAMIMO BANGGAI
11 November 2021; Keinginan digelarnya Reuni Akbar oleh para Alumni KaMIMo Banggai untuk mengikat kembali silaturahim dari kurang lebih 2.500 alumni yang berserakan di tiga wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Banggai Laut, akhirnya terwujud.
Bertempat di Gedung BKD Kabupaten Banggai Laut. Pada tanggal 11 November 2021, setelah digelar musyawarah dan dialog antar alumni yang merupakan rangkaian dari acara Reuni tersebut. Para alumni yang hadir bermufakat mendeklarasikan pembentukan ormas Ikatan Keluarga Alumni Mahasiswa Indonesia Montolutusan Banggai (IKAMIMO BANGGAI) sebagai wadah resmi berhimpunnya para kader alumni Kerukunan Mahasiswa Indonesia Montolutusan Banggai (KaMIMo Banggai), dari dua generasi yaitu generasi Ikatan Mahasiswa Banggai Kepulauan /IMBK (sebelum perubahan nama) dan generasi KaMIMo Banggai (setelah perubahan nama).
Penentuan tanggal 11 November 2021 sebagai waktu pelaksanaan Reuni Akbar yang melahirkan deklarasi pembentukan IKAMIMO BANGGAI memang diinspirasi dari peristiwa 11 November 2018, yang telah dilembagakan sebagai momentum kebangkitan anak negeri oleh KaMIMo Banggai. Nilai dari semangat dan komitmen kebangkitan itulah yang menjadi motivasi dibentuknya IKAMIMO BANGGAI dengan slogan “Sasabul Nda Topumpun, Tebeas Nda Pototongi,- untuk Wadah Perjuangan Sejati, Satu Tak Terbagi, Berdaulat di Negeri Sendiri, Menuju Kebangkitan Lipu Banggai”.
Rekomendasi: Hari Jadi Peradaban Banggai
Inspirasi tanggal 11 November sebagai hari kebangkitan anak negeri, tentu bukan hanya saja dapat dilakukan oleh perhimpunan KaMIMo Banggai. Tapi dapat pula dilakukan oleh Otoritas Masyarakat Adat Banggai (Tomundo dan Basalo Sangkap) dan dilegitimasi oleh tiga Pemda Banggai bersaudara. Dalam hal penetapan “Hari Jadi Peradaban Banggai” yang dirayakan secara bersama-sama oleh segenap masyarakat Banggai Raya.
Mengingat selama ini, peringatan hari jadi Banggai belum memiliki penanggalan yang formal. Sebab, tidak adanya jejak catatan sejarah yang menunjukan tanggal dan bulan suatu peristiwa secara detil dan pasti, sehingga dapat ditetapkan sebagai Hari Jadi Peradaban (Batomundoan) Banggai. Kecuali hanya merujuk pada tahun Adi Cokro Mbumbu doi Jawa (1575-1590), dan atau Mandapar Mbumbu doi Godong (1600-1630).
Karena itu, menurut penulis perlu ditetapkan oleh forum Seba Batomundoan Adat Banggai yang kemudian dilegitimasi oleh Pemerintah Daerah tiga kabupaten, Banggai, Banggaikep dan Balut. Rekomendasi penulis tepat kiranya “Hari Jadi Banggai, yaitu pada tanggal 11 November 1575 (tahunnya merujuk kekuasaan Adi Cokro) atau 11 November 1600 (merujuk tahun kekuasaan Maulana Prins Mandapar). Alasan memilih tanggal 11 November, karena peristiwa 2018 silam, secara tersirat menjadi momentum rekonsiliasi antar komponen rumpun Babasal yang selama ini, relasi emosional dan budayanya mengalami disharmonisasi.
Coba kita lihat,! proses penetapan Hari Ulang Tahun Jakarta pada tanggal 22 Juni 1527, yang baru diresmikan pada tahun 1956 oleh Wali Kota Jakarta, Sudiro (1953-1960), setelah mempertimbangan usulan dari dua pakar yaitu Hoesein Djajadiningrat, yang mengusulkan tanggal 17 Desember, dan Soekanto, yang mengusulkan tanggal 22 Juni. Pilihan akhirnya jatuh pada 22 Juni. Sebab tanggal 22 Juni 1527 disinyalir merupakan tanggal suksesnya pasukan Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa (www.kompas.com).
Artinya, bila kita sukses meresmikan Hari Jadi Banggai, maka tahun ini (2022), 11 November, kita merayakan HUT Banggai ke – 447 tahun (11 November 1575 – 11 November 2022) bila tahunnya merujuk masa Adi Cokro. Dan atau merayakan HUT yang ke-422 tahun (11 November 1600 – 11 November 2022) bila tahunnya merujuk masa awal kekuasaan Mandapar. Seperti Batavia (Jakarta) yang tanggal 22 Juni 2022 lalu memperingati HUT ke-495 tahun. (**)
Penulis adalah Presidium Majelis Banggapi Sangkap IKAMIMO BANGGAI, dan Peneliti Budaya Banggai.