Home » Rubrik » Opini » Kabupaten Banggai Lobo (BALO)
pasang-iklan-atas

Kabupaten Banggai Lobo (BALO)

Pembaca : 4
FB_IMG_1616473249011

Oleh: Hasdin Mondika

Undang-undang yang mengatur tentang kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah UU No. 22 Tahun 1948. Setidaknya ada empat cara yang dianut dalam UU No. 22 Tahun 1948, Yakni:

1). Persamaan cara (uniformitas) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diseluruh tanah air, sebagai satu prinsip negara kesatuan.
2). Membatasi tingkatan badan-badan pemerintahan daerah sesedikit mungkin, hanya tiga tingkatan daerah yang berhak menetapkan dan berhak menetapkan rumah tangganya sendiri, yakni Provinsi, Kabupaten (Kota Besar) dan Desa (kota kecil, negeri, marga dsb).
3). Menghapus dualisme dalam pemerintahan daerah.
4). Memberikan hak otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada badan-badan pemerintah daerah, yang tersusun secara demokratis melalui pemerintahan kolegial (kolegial bestuur) atas dasar permusyarawatan.

UU ini terus berkembang dan mengalami perubahan menjadi UU No. 1 Tahun 1959 dan pada akhirnya sampai pada UU No. 22 Tahun 1999 upaya dan strategi baru untuk mewujudkan otonomi daerah yang aspiratif, demokratis dan bertanggung jawab. Namun UU No. 22 Tahun 1999 yang lahir di era Reformasi ini masih terus mengalami penyempurnaan, maka sampailah kita pada UU No. 32 Tahun 2004 yang kita kenal sekarang dimana kewenangan UU No. 32 tersebut adalah mengatur keseimbangan antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta hubungan antara Kepala Daerah dan DPRD.

Perjalanan panjang UU Otonomi daerah telah diiringi pula banyaknya daerah-daerah otonom baru yang bermunculan, terutama sejak era reformasi hingga hari ini.

Lahirnya sebuah daerah otonom baru tentu tidak lepas dari berbagai desakan dan kebutuhan masyarakat yang beragam ditiap-tiap Daerah. Sebuah daerah otonom baru, baik itu Provinsi atau Kabupaten kota selalu terlahir dengan berbagai pertimbangan. Baik pertimbangan historis kesejarahan, faktor kendali, kepentingan politik lokal sampai pada faktor kesejahteraan. Dalam banyak hal faktor kesejahteraan ini lah yang terkadang menjadi faktor penentu lahir dan diusulkannya sebuah daerah Otonom baru.

Faktor Historis dan Kesejahteraan

Untuk daerah Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah, jika dilihat dari segi luas wilayah, rentang kendali, faktor historis dan jumlah penduduk serta faktor pendukung lainnya untuk bisa lahirnya sebuah otonom baru adalah sudah sangat layak.

Seperti diketahui bersama sejak ere reformasi bergulir di tahun 1998 dan banyaknya daerah-daerah otonom baru diusulkan dan muncul, Banggai Kepulauan belum pernah berkunjung ke daerah otonom baru. Kabupaten Banggai Kepulauan yang sekarang ibukota di Salakan saat ini adalah hasil pemindahan ibukota dari Kabupaten Banggai kepulauan yang sebelumnya ibukota kabupaten berada di Pulau Banggai dan Kecamatan Banggai. Jika tidak terjadi pemindahan ibukota kabupaten yang merupakan polemik panjang dari UU No. 51 Tahun 1999. Maka daerah yang luas ini belum menjadi kabupaten yang pada akhirnya mendapat sentuhan pembangunan. Saat ini saja setelah menjadi kabupaten berbagai infrastruktur sangat minim di Banggai Kepulauan. Kita menyaksikan jalan yang rusak dimana-mana,

Jika dilihat dari luas wilayah yang berkisar 2.406 km persegi, harusnya wilayah ini bisa dimekarkan menjadi Empat Kabupaten jika diukur dari luas wilayah Kabupaten Banggai Laut yang hanya 598 km persegi, juga Pulau Ternate yang dengan luas pulau hanya 76 km persegi bisa menjadi Ibukota Provinsi .

Jika ditinjau dari faktor historis, maka Kabupaten Banggai Kepulauan ini terutama Pulau GAPI (Pulau Peleng) adalah pusatnya kerajaan-kerajaan tertua dari abad ke -7 (tujuh) bahkan menjadi asal-usul dan nenek moyangnya Bangsa Banggai.

Sehingga sangat layak untuk diusulkan adanya daerah otonom yang benar-benar murni usulan dan kebutuhan masyarakat, bukan seperti Kabupaten Banggai Kepulauan yang ada saat ini, yang dapat muncul karena faktor pelimpahan dan pemindahan ibukota kabupaten.

Kemudian di wilayah Banggai ini, Banggai Daratan, Banggai Kepulauan maupun Banggai Laut Lahirnya sebuah daerah Otonom baru sama dengan lahirnya Kesejahteraan baru. Karena dengan adanya daerah otonom baru disana lapangan kerja dapat terbuka dengan anak-anaknya menjadi pegawai di berbagai instansi pemerintah dan juga dampak ekonomi dari kantor-kantor yang dibuka.

Karena di daerah Banggai Kepulauan dan Banggai Laut saat ini masih berlaku tanggal muda, jika pegawai-pegawai di kantor pemerintah pada gajian maka pasar, toko-toko dan pusat perbelanjaan lainnya menjadi ramai. Jika sudah lewat masa gajian maka tempat-tempat perbelanjaan itu menjadi sepi.

Ini artinya apa? Kedua kabupaten di wilayah ini pendapatan masyarakatnya masih berharap dari gaji dan suplay pusat. Pendapatan masyarakat seperti pertanian, nelayan, bisnis atau ekspor masih sangat terbatas. Belum ada pabrik-pabrik besar yang beroperasi di dua kabupaten ini.

Jadi jalan satu-satunya untuk menyedot kesejahteraan di Kabupaten Banggai Laut, apalagi Banggai Kepulauan adalah dengan mengusulkan adanya daerah otonom baru yang dapat menyedot dana dari pusat untuk membangun kesejahteraan rakyat Banggai Kepulauan. Mengacu pada tulisan sebelumnya yang berjudul LOBO maka ada baiknya energi kita terutama yang berdomisili di wilayah Sea-Sea (Bulagi-Buko) ada baiknya energi kita diarahkan untuk terbentuknya daerah otonom baru. Dan daerah yang paling pantas diusulkan untuk menjadi daerah otonom baru adalah Banggai Lobo yaitu daerah Bulagi dan Tataba (Peling Barat) kerena ditinjau dari berbagai faktor sudah sangat memenuhi.. Semoga.. (**)

Penulis adalah : Pemimpin Yayasan Noa Moloyos

Berita Terkait