Home » Rubrik » Opini » Kita Masih Terjajah: Menyambut 76 Tahun Indonesia Merdeka Diitengah Pandemi Covid 19
pasang-iklan-atas

Kita Masih Terjajah: Menyambut 76 Tahun Indonesia Merdeka Diitengah Pandemi Covid 19

Pembaca : 2
IMG_20210813_130117_083

Oleh : Harry Saputra Nursin

 

Hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) selalu kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, namun momentum sakral proklamasi yang ke 76 tahun ini tidak semeriah tahun biasanya. Istimewahnya hari yang dianggap hari raya negara terasa biasa saja, sebab sudah dua tahun ini kita dalam kondisi menghadapi penjajahan epidemi berupa pandemi virus Covid 19 yang ditetapakan oleh World Health Organization (WHO) sejak 11 maret 2019.

Covid 19 sudah akan masuk tahun ketiganya menjajah negara kita dan negara lainnya. Bila pada masa perjuangan para pejuang dan pahlawan negara berperang menghadapi musuh yang memegang bedil dan setumpuk peluru, hari ini pemerintah menghadapi musuh yang hanya bisa dilihat menggunakan lensa super infrared 3 dimensi dengan frame pembesaran 15.000 kali. Menghadapi musuh yang tidak biasa ini tentu strateginya-pun tidak biasa, banyak hal yang sudah diupayakan pemerintah dalam menghadapi musuh yang menggunakan senjata biologi (biological weapon) dengan berbagai kebijakan non populis yang menghasilkan efek berganda (multiplier effect), pengaruh yang meluas tak terkendali dan hampir bisa dipastikan kurang maksimal menahan laju angka orang yang terpapar.

Kebijakan menghadapi pandemi yang juga mengakibatkan sektor ekonomi menjadi lesu dan tidak berdaya, karena secara langsung berpengaruh pada daya beli masyarakat yang ikut terbatas dengan adanya kebijakan PPKM yang terus bertranspormasi mulai dari PPKM darurat sampai pada PPKM dengan tingkatan level dari level 1 sampai 4. Respon publikpun bervariasi atas kebijakan ini, dimedia sosial twitter, respon terhadap kebijakan PPKM di buat jenaka, PPKM dinilai tidak ada bedanya dengan kripik pedas level 1 sampai 4 yang menunjukkan kadar kepedasan kripik tersebut.

Pertanyaaannya kemudian apakah PPKM dan kripik menimbulkan dampak yang sama kepada konsumennya.? Jika kripik menghasilkan sensasi rasa ketagihan pada pedas yang ditimbulkannya, maka berbeda halnya dengan PPKM yang menimbulkan berbagai dampak sosial di masyarakat yang berjuang untuk memenuhi kebutuhannya. Kita belum merdeka, kita masih dijajah

Pandemi Covid 19 yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-coV-2) muncul pertama kali di Wuhan, Hubei, China pada pertengahan tahun 2019 ini, dari laporan medio bulan Juni 2020 tersebar di 188 Negara ini kemudian mempengaruhi seluruh sektor kehidupan manusia termasuk kita di Indonesia.

Dunia pendidikan menjadi salah satu sektor yang terdampak secara signifikan, disemua tingkatan pendidikan merasakan efek buruk dari Covid 19 yang kemudian seolah terakomodir dalam kebijakan pemerintah dibidang penyelenggaraan pendidikan. Sistem pembelajaran daring atau online tidak dapat dilakukan secara efektif oleh seluruh siswa dan guru, dengan berbagai kendala dari ketersediaan jaringan yang memadai dan utamanya sisi kemampuan ekonomi wali siswa yang tidak merata. Kita belum merdeka, kita masih dijajah.

Sejak akhir tahun 2020, virus Corona telah bermutasi menjadi berbagai jenis atau varian, mulai dari Covid 19, Alfa, Beta, Gamma, Delta, Lambda, dan Kappa. Ke 7 jenis Virus Corona varian tersebut telah muncul dan menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berbagai varian dengan klasifikasi dan kemampuan yang berbeda-beda, layaknya Boboiboy sebuah film serial animasi karya Nizam Razak yang juga memiliki 7 karakter dengan kemampuan yang berbeda-beda, boboiboy Blaze, solar, halilintar, topan, gempa, es, duri. Tentu menimbulkan ketakutan yang luar biasa kepada lawan boboiboy, begitupun Covid 19 dengan berbagai variannya menimbulkan kekhawatiran yang besar kepada masyarakat.

Varian beta dan gamma misalnya, menurut referensi dari Conti, et al (2021) The British Variant of the New Coronavirus-19 (Sars-Cov-2) Should Not Create a Vaccine Problem menjelaskan varian tersebut tingkat keparahan infeksinya cenderung kebal terhadap pengobatan COVID-19.

Hal ini jelas mengejutkan bagi masyarakat yang sudah melakukan vaksin, lagi-lagi kita belum merdeka, kita masih dijajah.

Sekarang tiba masanya kita tetap memperingati hari bersejarah, tonggak monumental NKRI, hari dibacakannya teks Proklamasi oleh dua tokoh Bangsa pemimpin pertama Indonesia, Soekarno dan Hatta. Suatu ikrar penting sebagai penanda kita Bebas dari belenggu penjajahan pada hari Selasa 17 Agustus 2021 nanti. Namun disaat yang sama kita menantikan dengan was-was kebijakan perpanjangan ke-3 pemberlakuan PPKM berlevel, setelah perpanjangan ke-2 nya akan berakhir nanti pada tanggal 16 Agustus 2021.

Kita patut bertanya, apakah tanggal 17 Agustus 2021 nanti kita akan memperingati hari kemerdekaan dengan hati dan langkah yang merdeka ataukah kita belum merdeka secara hakiki, kita masih dijajah,? hanya waktu yang akan menjawab itu semua.

DIRGAHAYU NEGERIKU, TAKKAN LELAH MENCINTAIMU, INDONESIA. (**)

 

Penulis adalah Ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI ) Kabupaten Banggai Kepulauan.

Berita Terkait