Home » Rubrik » Opini » LOBO
pasang-iklan-atas

LOBO

Pembaca : 242
20210315_120058

Oleh: Hasdin Mondika

“Sasabul nda Topumpun, Tebeas nda Pototongi”

Lobo (Sea-Sea) atau asal suku bangsa Banggai adalah orisinal mian Banggai. Sebuah suku bangsa yang pada awalnya mendiami wilayah pedalaman Pulau GAPI yang sekitar seribu tahun lalu melakukan migrasi ke pulau-pulau sekitarnya seperti Pulau Tano Bolukan, Pulau Bangkurung, Labobo dan Pulau-pulau lainnya.

Pada saat migrasi, suku bangsa Lobo telah melakukan asimilasi dan pembauran dengan suku bangsa lain yang ada di pesisir Pulau Banggai, Bangkurung, Bokan dan lain-lain yang pada akhirnya terbentuk suku bangsa Banggai. Sedangkan suku bangsa Lobo yang tetap berada di pegunungan Bulagi dan Tataba masih tetap terjaga orisinilitasnya sampai hari ini dinamakan suku Sea-Sea. Pada dasarnya Suku Sea-Sea dan suku Banggai adalah satu kesatuan yang agak susah dipisahkan. Karena Banggai adalah Sea-Sea dan Sea-Sea adalah Banggai.

Jadi jika ada orang diseputaran tiga Kabupaten Banggai mengaku bahwa dia orang Banggai asli, maka itu tidak benar. Orang Banggai asli yang belum terjadi asimilasi dan pembauran yaitu orang Sea-Sea. Sedangkan orang Sea-Sea yang telah melakukan pembauran dan asimilasi, berkembang dari masa ke masa itulah yang disebut orang Banggai. Ini adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Tulisan ini perlu diangkat karena sampai hari ini masih ada generasi Banggai, baik yang berada Kabupaten Banggai Kepulauan atau Banggai Laut yang masih mempersoalkan tentang Bangai dan Sea-Sea. Padahal sejatinya yang namanya LOBO, Banggai, Sea-Sea adalah satu kesatuan yang hanya berbeda dalam penamaan. Banggai adalah Sea-Sea dan Sea-sea adalah Banggai, itu fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri.

Memisahkan Banggai dengan Sea-Sea sama posisinya jika kita mempersoalkan atau memisahkan nama Lo’on dengan Balantak atau Loinang dengan Saluan. Hal itu tak mungkin dipisahkan Karena Lo’on adalah Balantak, atau nama masa lalu dari Balantak begitu juga Loinang adalah Saluan atau nama masa lalu dari Saluan. Dan kedua suku bangsa ini sudah sangat paham akan hal itu.

Bahkan pada saat ini Lo’on atau Balantak, Loinang atau Saluan bukan saja tidak lagi berkutat dari segi penamaan tersebut, bahkan mereka telah lebih maju satu langkah, bahwa mereka juga adalah Banggapi atau bagian dari Banggai sehingga nama Kabupaten Banggai yang ada di daratan Banggai tidak pernah dipersoalkan oleh suku Saluan dan Balantak sejak 60 tahun lalu seperti ada upaya untuk mengganti namanya menjadi Kabupaten Saluan atau Kabupaten Tompotika. Hal ini dapat terjadi karena Suku Saluan dan Balantak telah memahami bahwa Banggai bukan lagi sebagai Suku, tapi telah menjadi perekat dari ke empat suku bangsa yang ada yaitu Lobo, Loon, Loinang dan Andio. Banggai telah meretas menjadi Bangsa. Jadi, jika menunjuk pada konotasi suku Banggai maka akan tertuju pada yang namanya Lobo atau Sea-Sea.

Sehingga jika masih ada yang memahami bahwa Banggai itu hanya seputar nama Kerajaan Banggai, Pulau Banggai, Bahasa Banggai, Suku Banggai, Lagu Banggai, Ubi Banggai dan segala sesuatu yang hanya merujuk pada yang ada di Pulau Banggai an sich, maka itu adalah kekeliruan besar. Banggai tidak hanya yang terdapat di Pulau Banggai, tapi ketiga Kabupaten yang menggunakan nama Banggai adalah Banggai juga. Karena Banggai telah menjadi perekat dari beragam suku bangsa yang ada di tiga Kabupaten Banggai, dan lebih maju lagi, Banggai telah meretas menjadi Bangsa Banggai. Cuma karena tidak ada Bangsa di dalam Bangsa atau negara dalam negara, maka penduduk dari suku bangsa besar sekalipun seperti Cina, ketika lebur dalam NKRI disebut etnik Cina atau etnik Tionghoa. Begitupun bangsa Banggai menjadi etnik atau Suku Banggai.

Kabupaten Banggai Lobo.

Dari ulasan panjang ini, jika masih ada generasi Banggai, terutama generasi mudanya yang berdomisili di Kabupaten Banggai Kepulauan, lebih khusus di Bulagi dan Tataba yang merasa perlu bangkit dan mewujudnya Suku dan Peradaban Sea-Sea, maka masih ada jalan yang bisa ditempuh dan diperjuangkan.

Yang mana daerah-daerah masa lalu yang mempunyai nilai historis seperti bekas kerajaan atau asal muasal sebuah Suka Bangsa, maka biasanya daerah tersebut mendapatkan posisi atau penghargaan menjadi daerah istimewa, Kabupaten atau Provinsi. Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan yang saat ini ditempatkan di Salakan, hal ini juga telah dipertimbangkan dari faktor historis. Karena di samping adanya monumen Trikora, pemilihan Salakan menjadi Ibukota kabupaten adalah juga untuk mengingatkan adanya bekas Kerajaan Bongganan yang sempat berdiri diakhir abad ke XV dengan rajanya yang bergelar Mbu-mbu doi Godong. Sayang kerajaan ini tidak dapat bertahan lama karena menghadapi serbuan dari tentara Gowa dan salah satu Pangerannya yang bernama Adi Lambal Po Lambal sempat meloloskan diri ke Tano Bolukan dan membangun kesepakatan disana, sehingga Tano Bolukan akhirnya berganti nama menjadi Banggai (Baca; Sofyan Madina, Editor Abdurrahman M.Hum, Sejarah Kesultanan Banggai. 2012. Hal: 1-2).

Untuk Wilayah Tataba dan Bulagi yang menjadi wilayah asal muasal suku bangsa Lobo- Sea-Sea dan menjadi Banggai. Dimana di wilayah ini juga terdapat bekas-bekas kerajaan tertua, maka ada baiknya bisa sama-sama kita perjuangkan menjadi salah satu daerah otonom sebagaimana Salakan dengan Kabupaten Banggai Kepulauan dan wilayah Banggai dengan Kabupaten Banggai Lautnya.

Saat ini telah terdapat lima kecamatan yang menjadi syarat minimal untuk membentuk sebuah kabupaten yaitu Kecamatan Buko, Buko Selatan, Bulagi, Bulagi Selatan dan Bulagi Utara. Untuk para generasi muda dan penggerak bangkitnya kembali Sea-Sea mungkin ada baiknya energi juang dan gerak kita diarahkan untuk terbentuknya daerah otonom baru, mumpung saat ini kran pemekaran sedang dibuka karena adanya upaya pemekaran di Papua, maka marilah sama-sama kita berjuang untuk terbentuknya Kabupaten Banggai Lobo. (Balo). Menyusul yang telah ada yaitu Bangkep dan Balut.

Penulis adalah : Pemimpin Yayasan Noa Moloyos.

Berita Terkait