Home » Rubrik » Opini » Menitip Asa ‘Tegaknya Hukum’ di Tengah Mosi Tidak Percaya Publik
pasang-iklan-atas

Menitip Asa ‘Tegaknya Hukum’ di Tengah Mosi Tidak Percaya Publik

Pembaca : 11
20210719_115015

Catatan Refleksi Aksi Geram dan Tindakan Represif Aparat Kepolisian Banggai Kepulauan

 

Oleh : Hamadin Moh. Nurung

 

Enam hari lalu terjadi peristiwa demonstrasi puluhan pemuda dan mahasisawa gabungan dari organisasi Kerukunan Mahasiswa Indonesia Montolutusan Banggai (KaMIMo Banggai) dan Garda Pemuda Untuk Rakyat (Gempur) yang berkoalisi dalam satu barisan Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM), menuntut penuntasan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret sejumlah pejabat Pemerintah Daerah Banggai Kepulauan.

Namun kasus yang sementara ditanggai oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah dan Kepolisian Resor (Polres) Banggai Kepulauan tersebut, seperti Pembobolan Kas Daerah Rp.36 miliar, kasus dugaan pungli BOK Rp. 687 juta, kasus Perusda PT. Trikora Salakan Rp.1,5 miliar, kasus pengadaan Alkes UTD Rp. 4 miliar, dan kasus pelaksanaan kegiatan MTQ, yang semuanya dinilai oleh massa aksi tak kunjung jelas proses penanganannya.

Aksi massa dinodai dengan insiden perlakuan kasar pihak kepolisaian kepada salah satu aktivis dari KaMIMO Banggai itu tiba-tiba ramai dipebincangkan dan menggegerkan jagat maya, protes yang bernada kecaman disampaikan netizen kepada aparat kepolisian yang dinilai arogan dan bertindak represif dalam mengamankan massa aksi tersebut sontak viral di sosial media.

Cuitan bernada protes dan kecaman membanjiri beranda dan kolom komentar facebook dan room WhatsAap, bahkan sejumlah organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan juga ikut melakukan kritik serta mengeluarkan surat pernyataan sikap organisasi, mengutuk tindakan tersebut.

Sehari setelah insiden itu, bukannya meminta maaf ke publik, Kapolres Banggai Kepulauan mengelurkan pernyataan dan berkilah bahwa tindakan yang dilakukan oleh sejumlah aparatnya sudah sesuai dengan prosedur, dan membantah tidak ada tindakan represif yang dilakukan oleh aparatnya. Meskipun dalam video yang sempat viral, nampak jelas sejumlah aparat berlaku kasar kepada salah satu peserta massa aksi yang terdengar berteriak menjerit kesakitan.

Tindakan tersebut tentu tidak elok dan melukai perasaan publik, serta akan berdampak pada sikap antipati publik kepada institusi kepolisian di tengah upaya Kepolisian Republik Indonesia melakukan pembenahan penataan reformasi kelembagaan yang tampil dengan wajah yang humanis.

Dengan tidak bermaksud mengabaikan insiden kekerasan tersebut, juga tidak bermaksud antipati terhadap kawan-kawan massa aksi, meskipun saya sendiri ikut mengecam tindakan berlebihan aparat kepolisian dalam mengamankan massa aksi.

Saya tentu masih menaruh harapan yang begitu besar kepada institusi kepolisian untuk mengungkap aktor dan oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di bumi Banggai Kepulauan.

Oleh karena itu, penting kiranya untuk terus melakukan pengawalan terhadap kasus tersebut, jangan sampai agenda tuntutan massa aksi justru tidak lagi fokus pada penyelesaian penanganan dugaan tindak pidana korupsi, tetapi justru lebih fokus pada aksi represif aparat mekipun sekali lagi saya sendiri mengecam hal tersebut.

Kita tentu harus tetap konsisten mengawal sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi, menggalang dukungan publik untuk mengawal kasus tersebut sebagai bentuk pressure sekaligus memberi dukungan moral kepada aparat kepolisian agar terus bekerja maksimal menyelesaikan hal tersebut.

Pressure dan kritik mestinya tidak hanya disampaikan kepada aparat kepolisian sebagai penegak hukum yang menangani kasus tersebut, tetapi idealnya juga harus diarahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang terkesan abai menjalankan fungsinya, karena sebagai lembaga yang diisi oleh orang-orang terhormat yang didaulat rakyat untuk bisa menjalankan fungsinya, harusnya mereka lebih garang dari pada massa aksi.

Mereka mestinya lebih intens mengawal kasus tersebut, dan bukan terkesan hanya asyik menikmati setiap kali aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pemuda dan mahasiswa dijadikan semacam tontonan yang asyik dan menghibur seperti dalam sebuah pertunjukan disetiap episode sinetron atau film drama Korea.(**)

Tinangkung, 19 Juli 2021

Penulis adalah Wakil Pimpinan Redaksi/Redaktur Alaimbelong.id

Berita Terkait