Home » Rubrik » Opini » Pemilukada dan Korupsi
pasang-iklan-atas

Pemilukada dan Korupsi

Pembaca : 10
FB_IMG_1607439517884

Oleh : Ali Hamid 

Ketua KPK Firli di medio Oktober pada acara webinar Nasional PILKADA berintegritas bertempat di Gedung Kementrian Dalam Negeri telah mengingatkan proses PILKADA 2020 berpotensi timbulnya tindak pidana korupsi karena biaya yang harus di keluarkan tidak berbanding dengan harta para kandidat.

Operasi Tangkap Tangan di Banggai Laut menjadi satu pembuktian bahwa apa yang di sampaikan oleh KPK bulan OKtober lalu menjadi kenyataan Wenny Bukamo Bupati Banggai Laut yang juga kontestan Pemilukada terjerat OTT bersama Tim Pemenangan dan bebrapa pengusaha. Di duga menerima suap dari hasil fee Proyek yang diatur sedemikian rupa oleh Weny Bukamo untuk kepentingan pembiayaan Pemilu yang juga diduga akan digunakan sebabai “serangan Fajar”.

Sebagai anak daerah tentu kita ikut prihatin atas peristiwa OTT ini namun, kita juga harus bisa mengevaluasi dan mengambil pelajaran agar Pemilukada yang sejatinya adalah proses mencari pemimpin tidak dijadiakn ajang gagahan para kandidat sampai mengumpulkan Sumber Financial yang bertentangan dengan Hukum.

Kita berharap agar Pemilukada berada pada realnya sebagai proses demokrasi yang akan menciptakan pememrintahan yang lebih baik (Good Govermant). Pemilukada juga sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk melahirkan pemerintahan yang kuat dan bertanggungjawab.

Pemilukada berbiaya Tinggi Sumber Malapetaka

Proses Demokratis Lokal memiliki banyak rintangan sebagaimana di ungkap Robert Dahl, demokrasi yang ideal selalu menuntut berbagai hal sehingga tidak ada rezim aktual yang mampu memahami secara utuh: “ketika mencari demokrasi ideal maka tidak ada rezim yang demokratis”.

Fakta di lapangan Proses Pemilukada yang merupakan Instrumen Demokrasi di daerah justru menumbuhkan potensi korupsi yang massif bagaimana tidak Pelaksanaan Pilkadaa menyerap biaya politik yang tidak kalah besar bagi calon. Dalam proses meraih dukungan partai politik dan rakyat, calon membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga hanya calon yang mempunyai dana dan akses besar yang dapat mengikutinya.

Peluang ini biasanya hanya dapat dimanfaatkan para incumbent, pengusaha dan segelintir elit politik yang dekat dengan kekuasaan. Ketiganya memiliki peluang besar dalam memenangkan Pilkada karena memiliki modal baik material, dukungan politik dan kekuasaan. Kebutuhan biaya besar yang diperlukan calon untuk maju dan memenangkan kompetisi Pilkada sering dianggap menjadi salah satu sebab maraknya korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) kepala daerah.

Dan akibatnya sebagaimana di ungkapkan Ketua KPK Firli di 2018 ada 30 kasus Korupsi tangkap tangan 22 orang diantaranya adalah Kepala Daerah. Menurut saya fakta ini tidak bisa di abaikan begitu saja harus ada perbaikan sisitem politik dan pemilukada oleh pemerintah pusat dan DPR agar praktek KKN di pemilukada bisa di cegah. (**)

Penulis adalah Direktur Lingkar Muda Madani

Berita Terkait