Home » Rubrik » Opini » Pilkada Selesai Rekonsiliasi Dimulai : Sebuah Pesan Moral dari Sikap Sofyan Kaepa dan Tuty Hamid
pasang-iklan-atas

Pilkada Selesai Rekonsiliasi Dimulai : Sebuah Pesan Moral dari Sikap Sofyan Kaepa dan Tuty Hamid

Pembaca : 16
IMG_20210126_131716

Oleh : Hamadin Moh. Nurung

Ada peristiwa yang menarik dalam amatan saya sebagai seorang penulis ketika prosesi Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Banggai Laut (Balut) hasil Pemilihan Kepala Daerah serentak Tahun 2020 oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD ) Balut yang digelar pada hari Sabtu kemarin (23/01/2021).

Hal menarik itu yakni bertemunya kedua tokoh yang sempat bersiteru dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Balut 2020, Bapak Sofyan Kaepa sebagai Paslon Nomor Urut 4 yang kini telah ditetapkan sebagai Bupati Balut dan Ibu Tuty Hamid sebagai Paslon Nomor Urut 3, hal mana Tuty Hamid merupakan Plt. Bupati Balut saat ini.

Kedua tokoh yang menjadi lawan tanding dalam Pilkada itu bertemu, saling berjabat tangan dan saling sapa disebuah acara resmi yang kemudian diabadikan dalam jepretan camera, lalu dipublis ke sosial media kemudian ramai mendapatkan like serta komentar positive dari netizen. Entah siapa yang mendokumentasikanya ? apakah dia seorang photographer profesional ? ataukah siapa,? yang pasti foto tersebut mengundang perhatian netizen.

Sebagai seorang jurnalis foto tersebut merangsang kegenitan berfikir dan naluri jurnalistik saya untuk membacanya lebih dalam dan mengungkap apa pesan semiotic yang ingin disampaikan di balik foto tersebut, karena menurut Diane Arbus photographer terkenal asal Amerika, “sebuah foto adalah rahasia, semakin ia memberitahu anda makin sedikit anda tahu,” dalam dunia jurnalistik foto menunjukan bahwa ada sesuatu peristiwa nyata yang ingin dibagi kepada pembaca.

Pertemuan Pak Sofyan Kaepa dan Ibu Tuty Hamid adalah peristiwa penting, karena pertemuan kedua tokoh yang kelihatan akrab di acara tersebut seolah menunjukan kepada masyarakat Balut bahwa mereka telah melakukan rekonsiliasi dan memberi pesan politik yang meneduhkan kepada kita semua, bahwa Pilkada telah selesai, ayo kita kembali merawat semangat Montolutusan karena kebaikan daerah dan kepentingan masyarakat adalah jauh lebih penting dari sahwat politik kepentingan individu, partai politik dan gerbong.

Sebagai seorang yang kalah dalam duel politik, Ibu Tuty seolah memberi pelajaran kapada kita bahwa memberi penghormatan kepada pemenang dalam kontestasi politik bukanlah merupakan hal yang merendahkan martabat, justru sebaliknya hal tersebut menunjukan kedewasaan dan kebesaran jiwa sebagai seorang tokoh.

Sementara Pak Sofyan Kaepa sebagai orang yang ditakdirkan menang dalam Pilkada dan menjadi Bupati Balut, juga seolah memberi pesan kepada kita semua bahwa sebagai pemenang tidak perlu kita tampil jumawa lalu menghabisi lawan-lawan politik kita, tetapi sebaliknya kita harus saling merangkul, saling memberi nasihat, saling memberi saran dan masukan yang produktif demi kemajuan daerah dan kemakmuran seluruh masyarakat Balut.

Peristiwa tersebut menurut saya adalah pembelajaran dan legacy yang baik bagi generasi muda dan kepada para tokoh-tokoh politik lokal, dimana sudah semestinya kita tinggalkan cara-cara yang kurang beradab saling dendam, apalagi saling menghabisi lawan-lawan politik yang kalah. Sebab harus dipahami bahwa Pilkada bukanlah kontestasi arogansi kekuatan kelompok, gerbong dan partai politik, tapi Pilkada adalah kontestasi politik untuk menghadirkan kepemimpinan yang membawa kemakmuran masyarakat.

Sehingganya, nampak lucu kiranya bila di level bawah kelompok tim sukses, relawan maupun partai politik, masih ada sikap merasa paling hebat, paling waw, paling penting dan paling dalam segala sisi image politik, sehingga tetap merawat sinisme dan antipati. Sementara di level atas pemimpin kontestasi itu telah selesai.

Sikap ini tentu lazim dalam demokrasi lokal kita di tengah belum matangnya mentalitas personalia politik kita. Sehingga kerapkali kita masih melihat ekspresi dari sikap merasa paling, yang dalam teori psikologi dikenal dengan istilah delusion of grandeur atau waham kebesaran, yaitu sebuah sikap merasa paling hebat atau superior sendiri, yang sejatinya merupakan gejala yang ditimbulkan dari gangguan kesehatan jiwa.

Akhirnya lewat tulisan ini, sebagai masyarakat biasa, saya harus memberi apresiasi yang luar biasa kepada kedua tokoh tersebut (Sofyan Kaepa -Tuty Hamid) dan mengucapkan selamat bekerja kepada Bapak Sofyan Kaepa dan Bapak Ablit H.Ilyas sebagai Bupati dan Wakil Bupati Balut, semoga kepemimpinan bapak berdua mampu menciptakan kemakmuran masyarakat dibumi tano monondok Balut yang tercinta. Aamiin. (*)

Penulis adalah Wakil Pemimpin Redaksi/Redaktur ALAIMBELONG.ID

Berita Terkait