Oleh : Ramli A. Bidullah
Era Digitalisasi atau era teknologi informasi sekarang ini yang kita rasakan bersama masuk kepada semua lini kehidupan kita, era Digitalisasi yang sering disebut Perkembangan Teknologi informasi 4.0 membuat hampir segala hal dapat dilakukan dalam genggaman manusia, saya tidak perlu menyebutkan satu persatu kemajuan teknologi yang kita rasakan sekarang dan memang saya tidak mampu menyebutkannya karena begitu banyak dan cepatnya perkembangan tersebut. Tanpa terkecuali, era digitalisasi juga merubah tatanan kesehatan masyarakat mulai dari alat kesehatan yang semakin canggih, sampai model pengobatan yang mengarah pada telemedicine atau pengobatan melalui teknologi digital.
Perkembangan ilmu pengetahuan dengan menghasilkan produk teknologi informasi yang begitu canggih. Sebutlah bagian produk ilmu yang sekarang hamper seluruh manusia di bumi ini adalah Sosial Media. Sosial media adalah media yang digunakan bersosialisasi, berinteraksi satu sama lain yang dilakukan secara online tanpa dibatasi ruang dan waktu. Sekarang ini orang dapat beriteraksi baik hanya dengan tulisan, audio juga dapat dengan audiovisual. Semuanya dirasakan sangat memudahkan komunikasi antar manusia.
Kemudahan berkomunikasi di era digital khususnya penggunaan media social sangat berdampak pada semua aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan. Dampak social media pada aspek kesehatan yang sekarang ini kita rasakan adalah bagaimana media social mempengaruhi penanganan Corona Virus Disease (Covid-19). Pandemi covid-19 bukanlah wabah atau pandemic pertama yang terjadi baik di dunia maupun di Indonesia (baca sejarah dari berbagai sumber). Lalu apa yang membedakan dengan pandemic saat ini? Saya melihat selain waktu yang berbeda, pandemic dulu dan sekarang berbeda karena dipengaruhi oleh kecepatan perkembangan teknologi informasi khusunya social media. Perbedaan yang menjadi perhatian saya adalah perbedaan penanganan wabah pandemic dulu dan sekarang.
Penanganan wabah sebelum era Digital, perintah atau informasi yang diberikan lebih bersifat tersentral dan terorganisir dengan baik, karena informasi penanganan wabah masih terbatas kecepatannya dan sumber informasi lebih terpercaya pada informasi pemerintah. Karena keterbatasan sumber informasi, sehingga masyarakat saat itu menjadikan pemerintah sebagai satu-satunya sumber informasi dalam penanganan wabah dan karena tingkat kepercayaan pada sumber tersebut maka hal itu diikuti pula dengan tingkat kepatuhan dalam mengikuti perintah yang disampaikan dalam upaya penanggulangan wabah seperti karantina wilayah sangat dipatuhi meskipun saat itu tentunya dengan serba keterbatasan teknologi bidang kesehatan dalam penanganannya, alhasil wabah cepat dikendalikan meskipun memang menurut catatan sejarah angka kematian wabah saat sebelum era digital dikategorikan tinggi.
Bagaimana dengan penanganan wabah di era Digital? Sebelum saya membahasa itu, mari kita lihat beberapa kejadian penolakan terhadap informasi wabah pandemic ini yang ditunjukkan dengan kejadian penolakan korban pandemic yang ditangani dengan standar wabah, dan peristiwa itu terjadi pada beberapa daerah sampai disekitar kita juga fenomena ini terlihat. Bagi saya sebagai orang perilaku kesehatan melihat fenomena ini ada kaitannya dengan informasi yang keliru yang mereka dapatkan, informasi tersebut sangat erat kaitannya dengan media social, kita mendengar teori konspirasi para elit global sampai pernyataan yang mengatasnamakan aliansi Dokter Dunia yang menyatakan tentang ketidakbenaran wabah covid ini namun pada akhirnya mereka diamankan pihak berwenang karena dianggap menyebarkan berita bohong yang informasi tersebut sampai ke kita, sampai ke generasi kita disekitar kita.
Perkembangan kecepatan informasi di era digital yang merupakan produk ilmu pengetahuan namun bukan berarti produk ilmu tersebut “bebas nilai” sehingga penggunaanyapun harus memperhatikan nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan. Kecepatan informasi melalui media social saat ini sangat mempengaruhi isi kepala seseorang sehingga berdampak pada sikap dan perilaku dalam menanggapi sesuatu tanpa terkecuali menanggapi soal pandemi covid-19. Tantangan terberat saat ini selain penanganan secara medic namun ada tantangan yang besar harus kita selesaikan bersama adalah penyebaran informasi covid-19 yang begitu cepat melaui media sosial, positifnya adalah informasi yang benar cepat tersampaikan kepada masyarakat dan mempercepat pencegahan wabah ini, pada sisi negatifnya ada orang-orang yang menyebarkan informasi yang tidak benar melalui social media juga sama cepatnya yang sangat menjangkau ratusan bahkan ribuan orang dalam waktu sangat singkat dan informasi tersebut sama kekuatan pengaruhnya dengan berita/informasi yang benar dalam mempengaruhi sikap dan perilaku orang, sehingga jangan heran bila tidak sedikit orang yang masih belum percaya dengan wabah ini dan menurut penulis ini ada pengaruh dari penyebaran informasi negative dari media social dengan pembentukan sikap dan perilaku negatif dalam merespon suatu peristiwa khususnya wabah covid-19.
Oleh karena itu, sekali lagi salah satu tantangan dalam penanganan atau pencegahan wabah covid-19 adalah bagaimana kita diperhadapkan dengan tantangan informasi yang tidak benar tentang wabah ini pada media social sehingga memberikan pengaruh negative pada perilaku orang dalam menanggapi pandemic ini. Sehingga saya mengajak kita semua untuk bersama menghadapi dan saling membantu dalam menyebarkan informasi dan edukasi yang benar terhadap sesama melalui media social sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang mendukung dalam penanganan wabah covid-19 seperti menerapkan protocol kesehatan, saling memberikan semangat menghadapi pandemic ini. Harapan kita semua pandemi ini cepat berakhir entah kapan sangat tergantung pada kedisiplinan kita dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Akhirnya semua usaha kita dalam penanggulangan pandemi covid-19 ini harus selalu dibarengi dengan Doa kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena DIAlah segala takdir itu ditentukan.(**)
Penulis adalah Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Tompotika Luwuk Banggai.