Oleh : Sartun T. Landengo, SH
Sewaktu pertama kali mengenal sosok Ir. Beniyanto Tamoreka atau Bung Ben pada pertengahan tahun 2019, dikala kami dipertemukan dengan suatu kesibukan yang sama, yakni Pemenangan Pilkada Banggai untuk Ir. H. Amirudin Tamoreka yang sekarang terpilih dan baru saja dilantik bersama Drs. H. Furqauddin Masulili, MM pada 8 Juni 2021 kemarin sebagai Bupati dan Wakil Bupati Banggai periode 2021-2026.
Sehingga intesitas komonikasi saya dengan Bung Ben begitu kuat. Karena Bung Ben sendiri adalah adik kandung dari H. Amir, sedang saya adalah Liaison Officer (LO) pribadi (bukan LO Parpol) dari H. Amir dan Pak Furqan. Posisi saya sebagai LO tidak lepas dari peran besar Bung Ben, yang kala itu selalu memberikan pemikiran-pemikiran cerdasnya serta selalu hadir memotivasi ketika saya merasa tekanan-tekanan suasana perpolitikan saat itu begitu kuat.
Kalimat pamungkas yang selalu diberikan kepada saya yakni “Kamu masih sangat muda terus maju, harus kuat beginilah politik itu”. Saya bukan tidak mengerti soal politik tapi posisi politik saya sebagai LO dalam ivent politik terbilang baru kali pertama saya alami. Selain itu tempat aktivitas politik saya nyaris tidak memilik legitimasi moral publik, sebab selain terbilang baru kali pertama dan masih muda yang membuat banyak orang meragukan saya, saya bukanlah orang yang ber-KTP-kan Kab. Banggai, saya berasal dari Kab. Bangkep kalau orang Kab. Banggai bilang “Orang Pulo”. Namun karena peran besar beliau (Bung Ben) saya mampu bertahan sampai aktivitas politik Pilkada selesai.
Sengaja sedikit saya mengulas perjalanan politik saya ini serta interaksi saya dengan Bung Ben sebagai penegas dari penilaian saya terhadap Bung Ben, sehingga standar penilaian saya cukup beralasan terhadap kualitas pribadi seorang Bung Ben. Sebab dalam interaksi kami, Bung Ben memposisikan saya sebagai seorang saudara, bahkan seperti adiknya sendiri dalam keseharian kami. Ia selalu menyapa saya dengan sebutan Tun atau Adinda sedang saya menyapa Bung Ben dengan sebutan Kanda.
Biografi Bung Ben
Psikologi seorang tokoh tentu sangatlah bertalian dengan biografi seseorang, tidak bisa dipisahkan. Dalam teori sosial bahwa psikologi tidak hanya berasal dari genetika, namun kondisi sosial dan biografi sangat mempengaruhi psikologi seseorang.
Bung Ben yang fleksibel, adaptif, dan paling khas darinya ialah konsistensinya yang begitu kuat serta pribadi yang toleran, sangat memungkinkan adalah bentukan dari gen serta biografinya.
Sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam di Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang telah banyak mengalami dinamika di masanya, menjadikan Bung Ben lebih mudah untuk turun terlibat dalam perpolitikan di tanah BABASAL juga akan terbilang mudah memimpin organisasi politik saat ini. Bung Ben terus merintis karirnya dan memilih menjadi pengusaha setelah keluar dari kampus. Dimana saat ini karir Bung Ben sebagai pengusaha terus bergerak maju, ia adalah salah satu petinggi di perusahan yang begerak pada bidang seismik terbesar di Asia Tenggara.
Sebagak seorang aktivis HMI, Bung Ben sadar bahwa reformasi Indonesia yang telah berumur kurang lebih 23 tahun (21 Mei 1998-2021), telah membawa Indonesia di era yang begitu kapitalistik. Era dimana semua di tuntut untuk siap melihat serta merasakan setiap aktivitas yang terikat lansung dengan negara maupun yang tidak lebih berkonsekwensi pada modal, termasuk aktivitas perpolitikan Indonesia. Dimana bukan lagi politik yang menopang perekonomian, melainkan ekonomilah yang harus membangun peradaban politik, membantu Indonesia keluar dari masalah serta cepat meraih cita-cita bangsa Indonesia.
Paradigma itu, tentu difahami oleh Bung Ben, sebagai seorang pengusaha dengan latar belakang aktivis, ia merasajan betul resonansi kondisi politik kenegaraan Indonesia diusia 23 tahun pasca reformasi.
Tuntutan reformasi yang mestinya menempatkan ekonomi sebagai penopang pembangunan peradaban politik akan lebih mudah diaktualisasikan oleh figur seperti Bung Ben untuk membangun peraban politik di tanah BABASAL.
Dengan modalitas, pribadi yang fleksibel, adaptif, konsisten, dan sangat toleran ini, serta didukung dengan biografi sebagai aktivis HMI dan pengusaha, sepertinya tampilnya Bung Ben dipentas memungkinkan hadirnya khasanah baru dikanca perpolitikan tanah BABASAL.
Kapasitas Bung Ben
Dari perkenalan yang intensif itu, saya kemudian punya pandangan tentang prospek politik dan kepemimpinan Bun Ben, bila kelak nanti ia diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin. Gayanya yang flamboyan tentu akan membuat performa kepemimpinannya akan fleksibel dan adaptif, dan yang paling khas adalah konsistensi dan toleransinya.
Dibanyak catatan peristiwa organisasi selalu ditemukan keluh-kesah anggota juga bawahan yang dikarenakan pemimpin mereka kaku dalam memimpin. Akibatnya organisasi tidak berjalan baik sesuai amanat atau cita-cita organisasi. Namun keyakinan kuat saya bahwa konflik organisasi seperti ini tidak akan ditemukan jika prinsip kepemimpinan fleksibel dan adaptif diteguhkan.
Adalah keniscayaan kalau organisasi merupakan tempat berkumpulnya banyak orang dengan personality dan paradigma yang berbeda-beda, tentulah akan menjadi kontraproduktif, jika banyaknya perbedaan itu dikelola dengan orang yang kaku. Bung Ben adalah pribadi yang memiliki kemampuan penyesuaian diri dimanapun dan kapanpun serta mudah beradaptasi dengan siapapun. Hal ini menjadi potensi seorang Bung Ben ketika kelak dirinya memimpin. Bung Ben beserta anggota akan lebih mudah mempraktekan manajemen kepemimpinan yang fleksibel dan adaptif.
Kepribadian Bung Ben yang semacam ini (fleksibel dan adaptif) tidak saja hanya menguntungkan internal organisasi yang nantinya ia pimpin. Tetapi lenih dari itu organisasi yang di pimpinnya akan lebih mudah mendinamisasi di kehidupan banyak orang, apalagi organisasi politik yang notabenenya membutuhkan banyak massa. Hal ini akan menjadi modalitas besar organisasi politik yang Bun Ben pimpin, karena mudah mengaet dan menggalang kekuatan massa yang begitu besar.
Fleksibelitas dan kepiawaian beradaptasi tentu menjadikan Bung Ben tidak akan mudah disetir, apalagi sampai mengubah visi besarnya untuk mengabdikan diri, sebab yang paling khas pada diri seorang Bung Ben adalah konsistensi dan toleransinya yang sangat kokoh di tengah beranekaragamnya pikiran dan perilaku orang orang dalam organisasi. Konsistensi yang begitu kuat pada dirinya tidak menjadikan Bung Ben kaku, serta gagap dalam berkomonikasi. Sebab perilaku yang toleran telah menjadikan Bung Ben pribadi yang sangat menghormati serta mengapresiasi pemikiran orang lain.
Terakhir berkomonikasi dengan Bung Ben beberapa waktu lalu, sedikit tersentil soal Musda DPC Partai Golkar Banggai yang akan diselenggarakan di Luwuk.
Saya sempat menangkap seperangkat pemikiran progresif tentang sebuah makna kebangkitan. Karena bagi Bung Ben, Musda Golkar yang nantinya diselenggarakan harus menjadi titik balik kebangkitan, serta bisa menemukan pemimpin yang mampu mengambil alih bagian dari beban orang lain untuk diletakan dipundaknya, dan bekerja menacapai target, jadi tidak hanya sebatas mengharapkan tepuk tangan serta pujian. (**)
Penulis adalah Ketua Dewan Pembina Kerukunan Mahasiswa Indonesia Montolutusan Banggai (KaMIMo Banggai) Luwuk