Oleh : Hamadin Moh. Nurung
Wanita berparas cantik berseragam putih itu nampak letih, maklum dia baru saja keluar dari ruangan isolasi penyakit menular Covid 19. Di ruang isolasi Dokter dan Perawat wajib memakai baju hazmat mirip pakain astronaut sebagai pakaian Alat Pelidung Diri (APD) dari serangan virus.
Seorang teman menceritakan bagaimana menderitanya menggunakan baju hazmat, rasanya bikin sesak seperti kita berada disuatu ruangan bersuhu tinggi, begitu pengap, panas dengan keringat membasahi seluruh tubuh, saya membayangkan andai saya berada dalam posisi itu pasti akan pingsan.
Namun baru saja ia keluar dari ruang isolasi, terdengar riuh bunyi sirene ambulance mengiung-ngiung, nampak di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) sejumlah Dokter dan Perawat yang juga berpakain astronaut serba putih berjibaku mengurusi pasien.
Hari itu, ia sedang bertugas berempat bersama tiga orang perawat. Diruangan isolasi ada 10 orang yang bertugas, yang terbagi dua kelompok shift jaga, masing masing kelompok berjumlah 5 orang yang terdiri 1 orang dokter dan 4 orang perawat, namun beberapa hari yang lalu teman sejawatnya seorang dokter meninggal dunia karena Covid 19 dan 5 orang perawat lainnya terkonfirmasi positif Covid 19, sehingga setiap harinya ia harus masuk bekerja.
Meski merasa letih, ia tetap berusaha memampukan dirinya bekerja dan memberi semangat kepada ketiga rekannya. “Kita harus semangat, kita punya tugas mulia menyalamatkan nyawa manusia, karena kita ada untuk kemanusiaan,”ucapnya tersenyum sambil mengangkat kedua jempol tangannya setinggi setengah bahu memberi tanda mantap kepada ketiga orang rekannya itu.
Ucapan dokter cantik itu mengingatkanku kepada Maya Angelou, seorang penulis puisi dan skenario, orator, dan aktris Afrika-Amerika. Dia adalah wanita Afrika-Amerika pertama yang diminta untuk membacakan puisi karyanya, dalam inagurasi Presiden Amerika Serikat tahun 1993, bahwa “Sebagai seorang perawat, kita memiliki kesempatan untuk menyembuhkan hati, pikiran, jiwa, dan tubuh pasien kita, keluarga mereka, dan diri kita sendiri. Mereka mungkin lupa namamu, tetapi mereka tidak akan pernah melupakan bagaimana perasaanmu.”
Ditengah ratusan orang meninggal dunia setiap harinya, Angka penularan Covid 19 setiap harinya semakin meningkat, Pasien Covid 19 bertambah setiap harinya, ditengah berguguranya para Nakeas, baik yang meninggal Dunia dan Positif Covid 19, serta dihantui resiko paling rentan tertular, mereka tetap saja bekerja profesional karena baginya seorang Tenaga Kesehatan yang baik dengan situasi sulit dan berbahaya sekalipun dia harus memperlakukan pasienya sama dengan dirinya.
Penyair Lebanon-Amerika, Kahlil Gibran (1883-1931) dalam petuahnya berkata “Bekerja dengan cinta bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu, seolah-olah kekasihmu yang akan memakainya kelak.” Dokter dan Perawat cantik itu telah memberikan segalanya termasuk ikhlas mengorban waktunya bersama dengan orang-orang terkasihnya, bahkan nyawa sekalipun sedang dipertaruhkannya.
Tapi ia hanyalah manusia biasa, dia bukan superman dia punya keterbatasan, meski semangatnya kuat tapi tubuhnya tak kuasa lagi menahan rasa letih yang menderanya.
Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, ia harus pulang. Namun sebelum tiba di rumah ia menyempatkan diri ke makam sejawatnya yang telah meninggal dunia beberapa hari yang lalu.
Dipusara kawannya, sambil meletakan tangan kanannya di atas batu nisan, ia menatap sayup, dengan suara serak terbatah- batah, ia mengungkapkan penyesalannya karena tidak sempat ikut melepas kepergian terakhirnya serta mengucap janji akan selalu mengingat pesan pesan kawanya itu.
“Aku datang…aku memohon maaf..aku akan selalu mengingat pesan terakhirmu bahwa dalam keadaan seperti ini kita boleh saja pasrah tapi jangan menyerah, dan aku berjanji, bahwa bendara putih itu tak akan pernah ku kibarkan, aku masih kuat dan tidak akan pernah menyerah,”ucapnya dengan linangan airmata.
Keesokan harinya, karena tubuhnya tidak fit ia disarankan untuk melakukan pemeriksaan Swab yang hasilnya terkonfirmasi Positif Covid 19, tubuhnya semakin melemah dan segera dirawat.
Dibalik kaca ruangan, ia terlihat merintih kesakitan dan nampak kesulitan bernafas bahkan selang oksigen dimulutnya nyaris tak mampu memberi asupan oksigen untuk bernafas, dia telah sekarat, namun aku masih berharap ia cepat pulih dan segera kembali bekerja demi kita semua, demi kemanusiaan dan demi kesembuhan bangsa.
Sejak WHO (World Health Organization atau Badan Kesehatan Dunia) secara resmi mendeklarasikan Coronavirus Disease tahun 2019 (COVID-19) sebagai pandemi global pada tanggal 9 Maret 2020. Indonesia banyak kehilangan Tenaga Kesehatan. Dikutip dari website lapor Covid-19 pertanggal 3 Agustus 2021, tercatat 1.636 orang Tenaga Kesehatan meninggal dunia, terdiri dari 598 Dokter, 503 orang Perawat, 299 orang Bidan dan selebihnya tenaga kesehatan lainnya. (*)
Banggai Laut, 4 Agustus 2021
Penulis adalah Wakil Pemimpin Redaksi/Redaktur ALAIMBELONG.ID