ALAIMBELONG.ID – Luwuk. Polemik penghinaaan rasis yang dilakukan oleh tiga orang pelajar siswi di Nambo Kabupaten Banggai terkait dengan Bete / Ndeke Walia (Colocasial Esculenta) jenis makanan utama masyarakat Banggai, pada 11 November 2020 silam yang sempat viral dan mengundang reaksi dari berbagai kalangan masyarakat etnik Banggai, rupanya memberikan kesan bagi mahasiswa Banggai Kepulauan dan Banggai Laut yang berhimpun dalam wadah organisasi Kerukunan Mahasiswa Indonesia Montolutusan Banggai (KaMIMo Banggai) Luwuk.
“Bagi kami polemik penghinaan rasial yang sejak dulu terjadi menemukan puncaknya pada tanggal 11 November 2018, ketika media sosial menjadi sarana protes ratusan bahkan ribuan orang pulo dengan mengirimkan reaksi mereka secara massal atas perilaku penghinaan terhadap identitas rasial mereka yang selama ini seolah diwariskan secara turun temurun Saya katakan puncaknya karena 11 November 2018 bukan hanya protes yang terjadi tapi juga menjadi momentum untuk rekonsiliasi antar bangsa serumpun, karena itu kami mengabadikan dan memperingati momentum setiap tahun sebagai hari kebangkitan Bete / Ndeke “, jelas Doni Setiawan Ketua Umum KaMIMo Banggai kepada Alaimbelong. id, Rabu (11/11/2020).
Menurutnya, pengabadian sebagai hari kebangkitan kebangkitan / Ndeke yang kemudian diperingati setiap tahun bukan sebagai upaya memupuk sentimen, tapi hanya sebagai momentum untuk refleksi kesadaran identitas kader KaMIMo, bahwa perilaku rasisme tidak boleh dibiarkan, harus dikoreksi, karena itu bukan ciri masyarakat beradab. Kedua bahwa penghinaan harus menjadi pelecut moral untuk membuktikan diri bahwa dihina lebih berkualitas dari yang menghina.
“Sudah 2 tahun kita buat acara peringatan, ritualnya sama yaitu diskusi ilmiah dengan tema bete dilihat dari berbagai perspektif dan acara makan bersama dengan menu utama bete yang di masak dalam berbagai jenis, kolak bete, goreng bete, payot bete dan krupuk bete. Pokoknya serba Bete “, tutur doni.
Pada peringatan Hari Kebangkitan Bete (Ndeke Walia) tahun ini yang bertepatan dengan suasana Hari Pahlawan KaMIMo Banggai mengelar diskusi internal bertempat di Sekretariat KaMIMo Banggai dengan tema: “Banggalah Jadi Anak Pulo yang Makan Bete: Cerdas itu Natural, Tanpa Pupuk dan Zat Kimia” yang di bawakan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) KaMIMo Banggai, Mashudin Laubu dan di pandu oleh Jeklin Seakon.
Dalam pemaparanya, Mashudin Laubu menjelaskan bahwa tema diskusi yang dipilih sebagai upaya membangun kesadaran dan kepercayaan diri kader, bahwa Bete bukan makanan hina yang patut kita ingkari dan malu akui sebagai bagian dari identitas budaya mian Banggai. Tapi justru justru justru Bete adalah makan yang istimewa bagi orang Banggai, sehingga makan Bete menjadi suatu kebanggaan dan jadi penegas identitas kebanggaan bagi anak-anak Pulau.
“Jadi penyebab kenapa tema itu dikeluarkan, agar para utus dan piot KaMIMo tidak malu jadi anak Pulo yang Makan Bete. Sebab nilai dan Manfaat dari makanan Khas kita itu, baik secara budaya, politik maupun kesehatan. Misalnya dari segi kesehatan Bete itu adalah makanan yang sangat alami, ditanam ditanah gambut tanpa menggunakan pupuk dan jenis zat kimia lain, seperti pada tanaman padi Kualitas alami Bete sebagai jenis tumbuhan makanan tradisional yang sehat masih terjaga. Karena itu sebagai generasi Banggai kita wajib melestarikannya, pungkasnya. (RB)