Oleh : Melianus Duwitau
Aktivis Ham Asal Intan Jaya
Jayapura,papuaframe.com – Hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah adat adalah Hak Asasi yang di bawa sejak lahir oleh Masyarakat Adat. Sehingga klaim bahwa Masyarakat adat adalah pemilik dari berbagai sumber daya alam yang ada di wilayahnya, merupakan keyakinan yang kebenarannya tidak dapat di ukur oleh sertifikat tanah atau sejenisnya yang dikeluarkan belakangan setelah sistem hukum negara berlaku.
Hak itu merupakan hak bawaan yang di jamin oleh UUD 1945 sejak masyarakat adat lahir dan menjadi anggota dari komunitas adatnya. Kemudian dalam perkembangannya Negara mendelegasikan hak bawaan itu, sehingga terjadi berbagai konflik antara pemegang hak bawaan dengan pemegang hak pengelolaan yang diberikan oleh Negara, dan hal ini terjadi hampir di semua wilayah masyarakat adat.
Pengakuan terhadap Hak tersebut merupakan sarana bagi komunitas Masyarakt adat untuk mengatur dirinya sendiri, menentukan masa depannya serta hak untuk menjaga keberlangsungan sistem kehidupannya sendiri. Sehingga hal-hal pokok yang merupakan kepentingan bersama dalam komunitas Masyarakt adat harus diatur secara bersama-sama oleh warga Masyarakat adat.
Meski keputusan untuk tujuan bersama, namun untuk menetapkannya harus berdasarkan nilai-nilai yang tidak terpisahkan dalam kehidupan warga adat itu sendiri. Dalam UU Dasar 1945 pasal 18B ayat 2: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal 28I ayat 3: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Ini menunjukan pengakuan Konstitusi Negara terhadap sistem adat yang didalamnya termasuk Hak komunitas adat untuk mengatur dirinya sendiri, menentukan masa depannya dan hak untuk menjaga keberlangsungan sistem kehidupannya sendiri berdasarkan nilai-nilai yang di anut oleh komunitas Masyrkt adat tersebut.
NAmun Persoaln Praktek Industri tambng yang ada saat ini telah menimbulkan banyak masalah dan konflik, akibat tumpang tindihnya peraturan dan surat keputusan Menteri terkait. Ini bisa kita lihat dengan banyaknya jumlah pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bawaan masyarakat adat yang sebenarnya telah melenceng dari konstitusi NKRI itu sendiri.
Praktek-praktek pengelolaan pertambangan oleh perusahaan besar maupun kecil tak membawa dampak kesejahteraan, kesehatan dan kebaikan bagi masyarakat adat seperti apa yang selama ini digembar-gemborkan dan dilakukan oleh pihak perusahaan dan pemerintah, terutama menyangkut nasib pewaris wilayah adat yang telah turun-temurun bermukim di wilayah tersebut.
Praktek pertambangan hingga saat ini telah membuktikan dengan jelas bahwa hasilnya bagi masyarakat adat adalah: menjadi penonton di atas tanah sendiri, tidak mendapatkan keuntungan dari hasil tambang itu. Sementara sifat serakah pertambangan yang melakukan ekploitasi mineral,Emas Dan Batu Bara .
Dampak tambang secara besar-besaran, menghasilkan kerusakan Lingkungan, kerusakan hutan, pencemaran air, tanah dan udara, perubahan sosial budaya, rusaknya tatanan adat, dan dampak-dampak negatif lainnya. Sementara itu , komunitas masyarakat adat semakin terdesak oleh kebijakan-kebijakan baik itu tingkat lokal maupun nasional yang justru melindungi praktek-praktek buruk yang dilakukan oleh pihak perusahaan tambang.
Contoh yang paling nyata dari praktek pertambangan emas oleh perusahaan besar ada di Papua Timika (Freeport Micmoran ), Sumbawa, Halmahera, dan masih banyak lagi lokasi-lokasi dimana perusahaan pertambangan emas mendapat izin ekploitasi.
Perlu diketahui bahwa praktek dan pelanggaran Ini Akan Di Lakukan Terus Menerus Jika Perusahan Tambang Masuk di Suatu Komonitas Masyarakat Adat. Dengan demikian Kami Meminta Gubernur Papua , Untuk Menghormati Tatanan Sosial ,Hutan , Air ,Hewan Serta Masyarakat Adat Intan Jaya Sebagai Pemilik Hak Penuh Sumberdaya Alam Intan Jaya Dan Segera :
1.Mencabut Surat Rekomondasi Wilaya Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK ) dengan ,No Surat : 540 / 1162 /Set ,tertanggal 24 Juli 2020.
2.Kami Meminta Kepada DPR RI untuk ,Stop Melakukan Pembahasan Terkait Perisinan Maupun Eksplorasi Tambang Emas Blok wabu Di Intam Jaya , Karna Belum Ada Persetujuan Masyarakat Adat Pemilik Hak ulayat Di Intan Jaya.
Dengan begitu Negara Dapat Menghormati Menghormati prinsip Prinsip Adat Serta Hak Hak Tradisonal Batas wilaya Sumberdaya Alam sejak Lahir , Seperti Yang Tercantum Dalam Undang undang 1945 dan Konfenan Piagam HAM PBB Mengenai (Ekonomi , Sosial dan Budaya ( EKSOB ) Bagi Masyarakat Adat Intan Jaya.
“SUDAH CUKUP DI KABUPATEN TIMIKA , JANGAN HANCURKAN ANAK CUCU HUTAN DAN SUMBERDAYA KAMI DI INTAN JAYA LAGI”